Orang Tua Pendek Anaknya Belum Tentu Pendek
Sebagian orang percaya bahwa tinggi badan orang tua mempengaruhi tinggi badan anaknya. Orang tua pendek, maka anaknya pasti akan pendek. Ternyata mitos itu tidak selamanya benar, karena anak tinggi pun bisa dihasilkan dari orang tua pendek.
Seorang anak pasti punya faktor genetik yang diturunkan dari orang tuanya. Faktor inilah yang kerap dijadikan alasan mengapa seseorang bertubuh pendek kerap berkelit 'sudah dari sananya'.
Memang benar, salah satu faktor pendek atau tingginya badan seseorang adalah genetik. Tapi faktor tersebut sebenarnya bisa dikalahkan oleh faktor fenotip atau faktor lingkungan.
"Faktor lingkungan dan nutrisi adalah faktor yang berpengaruh cukup besar untuk perkembangan anak, selain faktor turunan atau gen. Anak yang kebutuhan gizinya terpenuhi, walaupun orang tuanya pendek, pasti akan tumbuh dengan tinggi yang ideal," ujar dokter ahli gizi klinik, Dr. Fiastuti Witjaksono MS, Sp.GK dalam seminar 'Bekal Tumbuh Besar Blue Band' yang diadakan di SDN Paseban 7, Jakarta, Selasa (28/7/2009).
Fiastuti mengatakan bahwa anak atau seseorang yang tinggi badannya kurang merupakan pertanda bahwa status gizi atau asupan gizinya tidak terpenuhi untuk jangka waktu yang panjang.
Masalah gizi pada anak, disebutkan Fiastuti, bisa disebabkan karena pengetahuan orang tua tentang gizi yang kurang, anak dibiarkan menentukan makanannya sendiri oleh orang tua dan juga anak mudah tergoda jajanan di sekitarnya.
Oleh karena itu, Fiastuti menegaskan, orangtualah yang seharusnya memegang kendali untuk masalah makanan anak. Caranya yaitu dengan membuat perencanaan makan yang benar, baik itu jumlah kalorinya yang disesuaikan, jadwal makannya dan jenis makanannya.
Khusus untuk jadwal makan, sebaiknya anak diberikan porsi kecil dan sering ketimbang porsi besar tapi jarang. "Hal ini dikarenakan saluran pencernaan anak belum berkembang sempurna, jadi tidak bisa menerima dengan jumlah yang berlebihan," ujar Fiastuti.
"Berikan makan tiga kali sehari dalam porsi yang cukup dan selingi dengan snack yang bergizi diantara waktu makan itu," jelas dokter yang tergabung dalam Persatuan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) tersebut.
Untuk kebutuhan tinggi badan, Fiastuti menyarankan agar anak mendapat asupan lemak yang cukup, karena lemak merupakan penghantar vitamin A, D, E, K yang baik untuk pertumbuhan tulang.
"Lemak pada orang dewasa memang kurang baik, tapi pada anak sangat dibutuhkan karena merupakan cadangan energi dan zat yang dibutuhkan untuk perkembangan otak. Asal tahu saja, cadangan energi hanya bertahan 8-10 jam, jadi jika anak makan malam jam 7 malam, lalu tidak sempat sarapan dan baru makan jam 9 pagi, pasti tubuhnya lemas, " jelas Fiastuti.
Menurut Fiastuti, memberi bekal adalah solusi yang paling efektif dan aman untuk mengontrol makanan anak. "Anak akan terhindar dari jajan dan pastinya mendapat mekanan yang bergizi dan higienis," ujar Fiastuti.
Pakar psikolog dan play therapist, Dra Mayke Tedjasaputra, MSi pun memberikan tips agar anak terhindar dari kebiasaan jajan dan mau diberi bekal oleh orang tua, diantaranya:
- Ubah pola makan keluarga, orang tua jangan mencontohkan jajan jika tidak ingin anaknya jajan.
- Buat kudapan tandingan untuk bekal anak di sekolah atau ketika hari libur, tidak ada alasan ibu tidak bisa masak.
- Buat semacam peraturan jika ingin jajan (yang sehat), seperti memberi reward jika bisa menahan jajan selama 1 minggu.
- Biarkan anak sekali-kali jajan, tapi harus dibatasi orang tua dan pastinya harus jajanan yang sehat.
- Berdiskusilah dengan anak tentang keuntungan membawa bekal atau kerugian jajan, biarkan otak anak berpikir.
- Orang tua harus paham tentang kesehatan dan harus konsisten memberikan bekal yang sehat untuk anak.
- Pedagang-pedagang di sekolah harus diberi penyuluhan oleh badan yang berwenang dan diadakan kontrol rutin.
Posting Komentar untuk "Orang Tua Pendek Anaknya Belum Tentu Pendek"